Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) tetap menolak wacana yang menginginkan pencabutan Tap (Ketetapan, Red) MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme.
Hal tersebut disampaikan Ketua MUI Amidhan dalam sambutan seminar "Mengawal Pancasila dan UUD 1945: Mencegah Terulangnya Perbuatan Makar dalam segala bentuk" di Aula Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Senin 10 November 2008.
”Jika Tap MPR tersebut dicabut, kami khawatir akan terjadi makar di Indonesia. Kesimpulan MUI bahwa NKRI adalah final, dan separatisme wajib diperangi,”katanya.
Amidhan mengatakan MUI cemas karena penganut ajaran Komunisme sudah terbukti melakukan teror terhadap umat Islam. Apalagi, lanjutnya, dorongan pencabutan Tap MPR No XXV/MPRS/1966 semakin menguat.
”Jumlah mereka yang berani dan menuntut pencabutan tap MPRS itu saat ini semakin banyak. Di satu sisi ini pilihan demokrasi, tapi di sisi lain justru khawatir kembalinya makar,”ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, mantan hakim Konstitusi Letjen TNI (purn) H. Achmad Roestandi mengatakan komunisme tidak pernah mati. Untuk itu, dirinya meminta semua pihak untuk mewaspadai politik adu domba atau perpecahan yang dapat mengurangi kekuatan sendiri. "Pancasila perlu dimantapkan, jangan sampai timbul perbedaan persepsi mengenai hal mendasar,"tegasnya.
Adapun Ketua Umum Gerakan Patriot, Alfian Tanjung menemui adanya indikasi bahwa komunisme di Indonesia tidak mati. Sehingga jika semua pihak tidak waspada, maka bukan tidak mungkin paham komunisme akan kembali berkembang di Indonesia.
"Target mereka adalah menjadikan Indonesia sebagai negara komunis, penghapusan jejak sejarah hitam PKI. Secara tidak sadar mereka telah masuk dan menyusup kepada generasi muda kita,"ungkapnya. (Gahar).
Selasa, 18 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar