Jakarta - Penjadwalan rapat paripurna pengambilan keputusan tingkat II yang semula diusulkan oleh pansus pada hari Selasa tanggal 28 Oktober 2008, berdasarkan rapat konsultasi pimpinan DPR dan Pimpinan Fraksi sebagai pengganti Bamus tanggal 21 Oktober 2008 menetapkan hari Rabu 29 tanggal 29 Oktober 2008.
Demikian dikatakan Ketua Pansus RUU Pilpres Ferry Mursydan Baldan pada wartawan di gedung DPR RI Jakarta, Rabu 22 Oktober 2008. “Berdasarkan konfirmasi dari fraksi-fraksi kepada pimpinan pansus, jadwal lobi pansus RUU Pilpres yang semula diagendakan Rabu 22 Oktober 2008 diminta untuk ditunda dan dijadwalkan sampai dengan sebelum rapat paripurna 29 Oktober 2008,”terang politisi Golkar ini.
Selain itu, kata Ferry, jadwal raker pansus untuk pengambilan keputusan tingkat I tetap berlangsung pada hari Kamis 23 Oktober 2008 pukul 10.00 wib. “Selain memutuskan draft RUU yang sudah disepakati juga akan dirumuskan formulasi materi yang belum disepakati sebagai bahan untuk pengambilan keputusan dengan voting, jika lobi tidak menghasilkan titik temu,”ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama wakil ketua Pansus RUU Pilpres Jasona H Laoly mengatakan karena tanggal 28 Oktober kegiatan di DPR cukup padat maka digeser menjadi tanggal 29 Oktober 2008. “Ini adalah kesepakatan ditingkat pimpinan fraksi dan ada komitmen undang-undang Pilpres bisa selesai dalam masa sidang ini,”terang politisi PDIP ini.
Menurutnya ada keinginan kuat di pansus dan pimpinan fraksi agar bisa diputuskan tanpa melalui voting, begitu juga keinginan pemerintah. “Masyarajat harus tahu ada keterlambatan jadwal di pansus Pilpres, namun kami memiliki keinginan kuat untuk segera menyelesaikan RUU ini,”tandasnya. (Gahar).
Senin, 27 Oktober 2008
KONTRAS MINTA KETEGASAN PIMPINAN DPR SOAL PANSUS ORANG HILANG
Jakarta - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) meminta ketegasan pimpinan DPR untuk memberikan jaminan bahwa Pansus Orang Hilang DPR tidak digunakan untuk kepentingan politik.
”Sulit bagi masyarakat untuk mempercayai pansus yang selasa ada kepentingan politik dibelakangnya,”tegas Koordinator KontraS Usman Hamid pada wartawan di Jakarta , Selasa 21 Oktober 2008 kemarin.
Usman berharap Pansus Orang Hilang tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan Pansus Semanggi dan Trisakti yang tidak merekomendasikan pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc dan menilainya bukan sebagai pelanggaran HAM berat.
“Korban sudah lama menuntut agar pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk. Kalau itu dibentuk maka segala sesuatunya akan dinilai berdasarkan hukum bukan berdasar kepentingan politik. Harapan masyarakat sebenarnya bukan pansus tetapi langsung membentuk pengadilan Ad Hoc,”tukasnya.
Usman memberikan apresiasi atas sikap pihak istana yang dianggapnya memiliki kepekaan mengamati perkembangan di media massa berkaitan polemic yang terjadi setelah pansus orang hilang dihidupkan.
Namun, lanjutnya, pernyatan istana kurang menjawab kebutuhan penyelesaian masalah ini. “Misalnya soal ketidakterlibatan SBY, semua orang tahu SBY ketika itu menjadi anggota Dewan Kehormatan Perwira, cukup jelaskan bahwa kalau memang Pansus perlu keterangan DKP cukup memanggil Ketua DKP Soebagyo AS (KSAD), atau seluruh anggota DKP. Dengan demikian orang tidak membacanya sebagai sebuah manuver politik,”terang Usman.
Menurutnya, sebenarnya Presiden SBY memiliki otoritas yang jauh lebih besar untuk menyelesaikan kasus ini misalnya dengan meminta Jaksa Agung untuk menuntaskan kasus ini. “Jaksa Agung bisa menguji seberapa akurat bukti yang dimiliki Komnas HAM, seberapa lengkap bukti yang dimiliki Komnas HAM,”harap dia. (Gahar).
”Sulit bagi masyarakat untuk mempercayai pansus yang selasa ada kepentingan politik dibelakangnya,”tegas Koordinator KontraS Usman Hamid pada wartawan di Jakarta , Selasa 21 Oktober 2008 kemarin.
Usman berharap Pansus Orang Hilang tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan Pansus Semanggi dan Trisakti yang tidak merekomendasikan pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc dan menilainya bukan sebagai pelanggaran HAM berat.
“Korban sudah lama menuntut agar pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk. Kalau itu dibentuk maka segala sesuatunya akan dinilai berdasarkan hukum bukan berdasar kepentingan politik. Harapan masyarakat sebenarnya bukan pansus tetapi langsung membentuk pengadilan Ad Hoc,”tukasnya.
Usman memberikan apresiasi atas sikap pihak istana yang dianggapnya memiliki kepekaan mengamati perkembangan di media massa berkaitan polemic yang terjadi setelah pansus orang hilang dihidupkan.
Namun, lanjutnya, pernyatan istana kurang menjawab kebutuhan penyelesaian masalah ini. “Misalnya soal ketidakterlibatan SBY, semua orang tahu SBY ketika itu menjadi anggota Dewan Kehormatan Perwira, cukup jelaskan bahwa kalau memang Pansus perlu keterangan DKP cukup memanggil Ketua DKP Soebagyo AS (KSAD), atau seluruh anggota DKP. Dengan demikian orang tidak membacanya sebagai sebuah manuver politik,”terang Usman.
Menurutnya, sebenarnya Presiden SBY memiliki otoritas yang jauh lebih besar untuk menyelesaikan kasus ini misalnya dengan meminta Jaksa Agung untuk menuntaskan kasus ini. “Jaksa Agung bisa menguji seberapa akurat bukti yang dimiliki Komnas HAM, seberapa lengkap bukti yang dimiliki Komnas HAM,”harap dia. (Gahar).
GOLKAR TIDAK LAKUKAN KONVENSI KARENA TIDAK PUNYA TOKOH
Jakarta - Keputusan Partai Golkar untuk tidak melakukan konvensi untuk menjaring calon presiden dari Golkar ditenggarai karena Golkar tidak memiliki tokoh yang memiliki kualifikasi sebagai Presiden.
Demikian dikatakan Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit pada wartawan saat dihubungi Selasa 21 Oktober 2008. “ Ada nama-nama kader Golkar yang dianggap layak seperti Jusuf Kalla dan Sri Sultan. Namun itu pun masih belum memenuhi syarat dan kualifiksi calon presiden. Mereka hanya pantas untuk wakil presiden saja,”terang Arbi
Menurut dia, dari beberapa nama yang muncul di Golkar seperti Agung Laksono, Fahmi Idris, Aburizal Bakrie, Fadel Muhammad dan seterusnya kualifikasinya hanya untuk sebatas menteri. “Jadi jangankan untuk presiden dan wakil presiden, untuk menteri coordinator (Menko) saja mereka masih tidak layak,”kritiknya.
Dengan demikian, lanjut Arbi, pernyataan Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla yang mengatakan di Golkar merupakan gudang calon pemimpin adalah mengada-ada. “Alasan tidak dilakukannya konvensi akan bisa menghindari penumpang gelap adalah bohong,”ujarnya. (Gahar)
Demikian dikatakan Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit pada wartawan saat dihubungi Selasa 21 Oktober 2008. “ Ada nama-nama kader Golkar yang dianggap layak seperti Jusuf Kalla dan Sri Sultan. Namun itu pun masih belum memenuhi syarat dan kualifiksi calon presiden. Mereka hanya pantas untuk wakil presiden saja,”terang Arbi
Menurut dia, dari beberapa nama yang muncul di Golkar seperti Agung Laksono, Fahmi Idris, Aburizal Bakrie, Fadel Muhammad dan seterusnya kualifikasinya hanya untuk sebatas menteri. “Jadi jangankan untuk presiden dan wakil presiden, untuk menteri coordinator (Menko) saja mereka masih tidak layak,”kritiknya.
Dengan demikian, lanjut Arbi, pernyataan Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla yang mengatakan di Golkar merupakan gudang calon pemimpin adalah mengada-ada. “Alasan tidak dilakukannya konvensi akan bisa menghindari penumpang gelap adalah bohong,”ujarnya. (Gahar)
Langganan:
Postingan (Atom)